َ ال ْ ر َ بِػ َ ْ ي ن ال َ ِٔ و ن يح Semester 1. 2 Arbain An-Nawawi [ َ ال ْ ر َ بِػ ي ْ َ ن ال َ ِٔ و ن يح[ Arbain An-Nawawi Penerbit : Pustaka Syabab Editor : Tim Pustaka Syabab Layout : Tim Pustaka Syabab Penerjemah : Tim Ahli Akademi Matan Cetakan : Kedua (Revisi) Tahun : Sya’ban 1439 H/Mei 2018 M Lisensi : Gratis Pustaka Syabab Perumahan

Hadits Arbain Imam An-Nawawi. Berikut ini adalah kumpulan Hadits Arbain An-Nawawi yang telah diulas secara lengkap pada Rubrik Risalah, Sumber-sumber pembahasan dinukil dari buku Syarah Arbain An-Nawawi, penjelasan 42 Hadits Shahih tentang Pokok-Pokok Ajaran Islam, terbitan Darul Haq Jakarta. Imam An-Nawawi adalah Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, atau Abu Zakaria. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa, sebuah kampung di daerah Dimasyq Damaskus yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau dididik ayahnya yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaan. Beliau belajar di katatib tempat belajar baca tulis untuk anak-anak dan hafal Al-Quran sebelum menginjak usia baligh. An-Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun. Kemudian pada tahun 649 H ia memulai rihlah thalabul ilmi ke Dimasyq dengan menghadiri halaqah-halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota tersebut. Dia tinggal di madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-Jami’ Al-Umawiy. Imam An-Nawawi adalah seorang yang zuhud, wara dan bertaqwa. Beliau sederhana, qana’ah dan berwibawa. Beliau menggunakan banyak waktu beliau dalam ketaatan. Sering tidak tidur malam untuk ibadah atau menulis. Beliau juga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk kepada para penguasa, dengan cara yang telah digariskan Islam. Berikut ini 42 hadits yang dihimpun ke dalam Kitab Hadits Arbain Hadits Arbain 1 Niat Penentu Amal Perbuatan Hadits Arbain 2 Islam, Iman dan Ihsan Hadits Arbain 3 Rukun Islam Hadits Arbain 4 Amal Tergantung Penutupnya Hadits Arbain 5 Perkara Bid’ah Hadits Arbain 6 Halal dan Haram Hadits Arbain 7 Agama adalah Nasihat Hadits Arbain 8 Prinsip dalam Perang Hadits Arbain 9 Mengerjakan Perintah Sesuai Batas Kesanggupan Hadits Arbain 10 Allah Hanya Menerima yang Baik Hadits Arbain 11 Tinggalkan yang Meragukan, Ambil yang Meyakinkan Hadits Arba’in 12 Meninggalkan Yang Tak Bermanfaat Hadits Arbain 13 Cinta yang Menyempurnakan Iman Hadits Arbain 14 Keharaman Menumpahkan Darah Muslim Hadits Arbain 15 Indikator Iman kepada Allah dan Hari Akhir Hadits Arba’in 16 Menahan Amarah Hadits Arba’in 17 Perintah Berbuat Ihsan terhadap Segala Sesuatu Hadits Arba’in 18 Bertakwa di Mana Pun Berada Hadits Arba’in 19 Jagalah Allah! Dia Akan Menjagamu Hadits Arbain 20 Malu Sebagai Akhlak Terpuji Hadits Arba’in 21 Iman Beriring Istikamah Hadits Arba’in 22 Menjaga Ibadah Wajib Berbuah Surga Hadits Arbain 23 Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan al-Qur’an Hadits Arbain 24 Janganlah Kalian Saling Menzalimi Hadits Arbain 25 Yang Kaya dan Miskin, Semua Bisa Bersedekah Hadits Arbain 26 Bersedekah Setiap Hari, Tidak Berat! Hadits Arbain 27 Mintalah Fatwa kepada Hatimu Hadits Arbain 28 Pegang Teguh Sunnah dan Jauhi Perselisihan Hadits Arbain 29 Masuk Surga, Jauh dari Neraka Hadits Arbain 30 Hak-Hak Allah Hadits Arbain 31 Zuhud Mencapai Cinta Allah, Cinta Manusia pun Tergapai Hadits Arbain 32 Semua Bentuk Bahaya Dilarang Hadits Arbain 33 Pembuktian Penuntut dan Sumpah Terdakwa Hadits Arbain 34 Mengubah dan Mengingkari Kemungkaran Hadits Arbain 35 Jadilah Hamba Allah yang Bersaudara Hadits Arbain 36 5 Kebaikan Ini Dibalas Kebaikan Dunia dan Akhirat Hadits Arbain 37 1 Kebaikan Dibalas 10 hingga 700 Kali Lipat Hadits Arbain 38 Peringatan bagi Orang yang Memusuhi Kekasih Allah SWT Hadits Arbain 39 Perkara yang Tiada Dosanya Hadits Arbain 40 Jadilah seperti Orang Asing, Jangan Tunggu Besok! Hadits Arbain 41 Jauhi Hawa Nafsu, Ikuti Syariat Allah SWT Hadits Arbain 42 Jika Dosamu Setinggi Langit, Baca Hadits Ini Demikian kumpulan 42 hadits yang terangkum dalam Al-Arbain An-Nawawiyah atau Kitab Hadits Arba’in yang dihimpun oleh Imam An-Nawawi. Semoga bermanfaat, dan jika terjadi kekeliruan akan diperbaiki di kemudian hari. Wallahu a’lam. Azhar Azis Arbain Nawawi 40 Hadits is a free Android app developed by VillAndro. This app belongs to the Education & Reference category and specifically falls under the Books subcategory. The program is compatible with Android 9.0, and it consists of a collection of forty Hadiths. One of the Hadiths is about the importance of intentions in every deed
الحديث الأول HADITS KE-1 AMAL ITU TERGANTUNG NIATNYA عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “- متفق عليه – Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu anhu, ia berkata “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”. [Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari orang Bukhara dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907] Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad. Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam. Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”. Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka adalah para Imam. Pertama Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya. Misalnya, kalimat pada firman Allah “Innamaa anta mundzirun” Engkau Muhammad hanyalah seorang penyampai ancaman. QS. Ar-Ra’d 7 Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. QS. Muhammad 36 Kalimat ini wallahu a’lam menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan. Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat. Kedua Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam Ketiga Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ subyek dan khabar predikatnya haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya. Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais. Wallahu a’lam الثاني HADITS KE-2 IMAN, ISLAM, DAN IHSAN عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال يا محمد أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا ” قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال أخبرني عن الإيمان قال ” أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره ” قال صدقت , قال فأخبرني عن الإحسان , قال ” أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه فإنه يراك ” قال , فأخبرني عن الساعة , قال ” ما المسئول بأعلم من السائل ” قال فأخبرني عن اماراتها . قال ” أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان ” . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قال ” يا عمر , أتدري من السائل ؟” , قلت الله ورسوله أعلم , قال ” فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم ” -رواه مسلم Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu anh, dia berkata ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata,” Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam ” Rasulullah menjawab,”Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.” Orang itu berkata,”Engkau benar,” kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya Orang itu berkata lagi,” Beritahukan kepadaku tentang Iman” Rasulullah menjawab,”Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk” Orang tadi berkata,” Engkau benar” Orang itu berkata lagi,” Beritahukan kepadaku tentang Ihsan” Rasulullah menjawab,”Engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” Orang itu berkata lagi,”Beritahukan kepadaku tentang kiamat” Rasulullah menjawab,” Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.” selanjutnya orang itu berkata lagi,”beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya” Rasulullah menjawab,” Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan puterinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lomba mendirikan bangunan.” Kemudian pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rasulullah berkata kepadaku, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?” Saya menjawab,” Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahui” Rasulullah berkata,” Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepadamu tentang agama kepadamu” [Muslim no. 8] Hadits ini sangat berharga karena mencakup semua fungsi perbuatan lahiriah dan bathiniah, serta menjadi tempat merujuk bagi semua ilmu syari’at dan menjadi sumbernya. Oleh sebab itu hadits ini menjadi induk ilmu sunnah. Hadits ini menunjukkan adanya contoh berpakaian yang bagus, berperilaku yang baik dan bersih ketika datang kepada ulama, orang terhormat atau penguasa, karena jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia dalam keadaan seperti itu. Kalimat “ Ia meletakkan kedua telapak tangannya diatas kedua paha beliau, lalu ia berkata Wahai Muhammad…..” adalah riwayat yang masyhur. Nasa’i meriwayatkan dengan kalimat, “Dan ia meletakkan kedua tangannya pada kedua lutut Rasulullah….” Dengan demikian yang dimaksud kedua pahanya adalah kedua lututnya. Dari hadits ini dipahami bahwa islam dan iman adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syari’at. Namun terkadang, dalam pengertian syari’at, kata islam dipakai dengan makna iman dan sebaliknya. Kalimat, “Kami heran, dia bertanya tetapi dia sendiri yang membenarkannya” mereka para shahabat Rasulullah menjadi heran atas kejadian tersebut, karena orang yang datang kepada Rasulullah hanya dikenal oleh beliau dan orang itu belum pernah mereka ketahui bertemu dengan Rasulullah dan mendengarkan sabda beliau. Kemudian ia mengajukan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawabannya bahkan membenarkannya, sehingga orang-orang heran dengan kejadian itu. Kalimat, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya….” Iman kepada Allah yaitu mengakui bahwa Allah itu ada dan mempunyai sifat-sifat Agung serta sempurna, bersih dari sifat kekurangan,. Dia tunggal, benar, memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya, tidak ada yang setara dengan Dia, pencipta segala makhluk, bertindak sesuai kehendak-Nya dan melakukan segala kekuasaan-Nya sesuai keinginan-Nya. Iman kepada Malaikat, maksudnya mengakui bahwa para malaikat adalah hamba Allah yang mulia, tidak mendahului sebelum ada perintah, dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Iman kepada Para Rasul Allah, maksudnya mengakui bahwa mereka jujur dalam menyampaikan segala keterangan yang diterima dari Allah dan mereka diberi mukjizat yang mengukuhkan kebenarannya, menyampaikan semua ajaran yang diterimanya, menjelaskan kepada orang-orang mukalaf apa-apa yang Allah perintahkan kepada mereka. Para Rasul Allah wajib dimuliakan dan tidak boleh dibeda-bedakan. Iman kepada hari Akhir, maksudnya mengakui adanya kiamat, termasuk hidup setelah mati, berkumpul dipadang Mahsyar, adanya perhitungan dan timbangan amal, menempuh jembatan antara surga dan neraka, serta adanya Surga dan Neraka, dan juga mengakui hal-hal lain yang tersebut dalam Qur’an dan Hadits Rasululloh. Iman kepada taqdir yaitu mengakui semua yang tersebut diatas, ringkasnya tersebut dalam firman Allah QS. Ash-Shaffaat 96, “Allah menciptakan kamu dan semua perbuatan kamu” dan dalam QS. Al-Qamar 49, “Sungguh segala sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran tertentu” dan di ayat-ayat yang lain. Demikian juga dalam Hadits Rasulullah, Dari Ibnu Abbas, “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan suatu keuntungan kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang Allah telah tetapkan pada dirimu. Sekiranya merekapun berkumpul untuk melakukan suatu yang membahayakan dirimu, niscaya tidak akan membahayakan dirimu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena diangkat dan lembaran-lembaran telah kering” Para Ulama mengatakan, Barangsiapa membenarkan segala urusan dengan sungguh-sungguh lagi penuh keyakinan tidak sedikitpun terbersit keraguan, maka dia adalah mukmin sejati. Kalimat, “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya….” Pada pokoknya merujuk pada kekhusyu’an dalam beribadah, memperhatikan hak Allah dan menyadari adanya pengawasan Allah kepadanya serta keagungan dan kebesaran Allah selama menjalankan ibadah. Kalimat, “Beritahukan kepadaku tanda-tandanya ? sabda beliau Budak perempuan melahirkan anak tuannya” maksudnya kaum muslimin kelak akan menguasai negeri kafir, sehingga banyak tawanan, maka budak-budak banyak melahirkan anak tuannya dan anak ini akan menempati posisi majikan karena kedudukan bapaknya. Hal ini menjadi sebagian tanda-tanda kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa itu menunjukkan kerusakan umat manusia sehingga orang-orang terhormat menjual budak yang menjadi ibu dari anak-anaknya, sehingga berpindah-pindah tangan yang mungkin sekali akan jatuh ke tangan anak kandungnya tanpa disadarinya. Hadits ini juga menyatakan adanya larangan berlomba-lomba membangun bangunan yang sama sekali tidak dibutuhkan. Sebagaimana sabda Rasulullah,” Anak adam diberi pahala untuk setiap belanja yang dikeluarkannya kecuali belanja untuk mendirikan bangunan” Kalimat, “Penggembala Domba” secara khusus disebutkan karena merekalah yang merupakan golongan badui yang paling lemah sehingga umumnya tidak mampu mendirikan bangunan, berbeda dengan para pemilik onta yang umumnya orang terhormat. Kalimat, “Saya tetap tinggal beberapa lama” maksudnya Umar radhiallahu anh tetap tinggal ditempat itu beberapa lama setelah orang yang bertanya pergi, dalam riwayat yang lain yang dimaksud tetap tinggal adalah Rosululloh. Kalimat, “Ia datang kepada kamu sekalian untuk mengajarkan agamamu” maksudnya mengajarkan pokok-pokok agamamu, demikian kata Syaikh Muhyidin An Nawawi dalam syarah shahih muslim. Isi hadits ini yang terpenting adalah penjelasan islam, iman dan ihsan, serta kewajiban beriman kepada Taqdir Allah Ta’ala. Sesungguhnya keimanan seseorang dapat bertambah dan berkurang, QS. Al-Fath 4, “Untuk menambah keimanan mereka pada keimanan yang sudah ada sebelumnya”. Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab shahihnya bahwa ibnu Abu Mulaikah berkata, “Aku temukan ada 30 orang shahabat Rasulullah yang khawatir ada sifat kemunafikan dalam dirinya. Tidak ada seorangpun dari mereka yang berani mengatakan bahwa ia memiliki keimanan seperti halnya keimanan Jibril dan Mikail alaihimus salaam” Kata iman mencakup pengertian kata islam dan semua bentuk ketaatan yang tersebut dalam hadits ini, karena semua hal tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan yang ada dalam bathin yang menjadi tempat keimanan. Oleh karena itu kata Mukmin secara mutlak tidak dapat diterapkan pada orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar atau meninggalkan kewajiban agama, sebab suatu istilah harus menunjukkan pengertian yang lengkap dan tidak boleh dikurangi, kecuali dengan maksud tertentu. Juga dibolehkan menggunakan kata Tidak beriman sebagaimana pengertian hadits Rasulullah, “Seseorang tidak berzina ketika dia beriman dan tidak mencuri ketika dia beriman” maksudnya seseorang dikatakan tidak beriman ketika berzina atau ketika dia mencuri. Kata islam mencakup makna iman dan makna ketaatan, Syaikh Abu Umar berkata, “kata iman dan islam terkadang pengertiannya sama terkadang berbeda. Setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin” ia berkata, “pernyataan seperti ini sesuai dengan kebenaran” Keterangan-keterangan Al-Qur’an dan Assunnah berkenaan dengan iman dan islam sering dipahami keliru oleh orang-orang awam. Apa yang telah kami jelaskan diatas telah sesuai dengan pendirian jumhur ulama ahli hadits dan lain-lain. Wallahu a’lam الحديث الثالث HADITS KE-3 RUKUN ISLAM عن أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول بـني الإسـلام على خـمـس شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقامة الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu anhuma berkata saya mendengar Rasulullah bersabda “Islam didirikan diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan”. [Bukhari Muslim Abul Abbas Al-Qurtubi berkata “Lima hal tersebut menjadi asas agama Islam dan landasan tegaknya Islam. Lima hal tersebut diatas disebut secara khusus tanpa menyebutkan Jihad Padahal Jihad adalah membela agama dan mengalahkan penentang-penentang yang kafir Karena kelima hal tersebut merupakan kewajiban yang abadi, sedangkan jihad merupakan salah satu fardhu kifayah, sehingga pada saat tertentu bisa menjadi tidak wajib Pada beberapa riwayat disebutkan, Haji lebih dahulu dari Puasa Romadhon. Hal ini adalah keraguan perawi. Wallahu A’lam Imam Muhyidin An Nawawi dalam mensyarah hadits ini berkata, “Demikian dalam riwayat ini, Haji disebutkan lebih dahulu dari puasa. Hal ini sekedar tertib dalam menyebutkan, bukan dalam hal hukumnya, karena puasa ramadhon diwajibkan sebelum kewajiban haji. Dalam riwayat lain disebutkan puasa disebutkan lebih dahulu daripada haji” Oleh karena itu, Ibnu Umar ketika mendengar seseorang mendahulukan menyebut haji daripada puasa, ia melarangnya lalu ia mendahulukan menyebut puasa daripada haji. Ia berkata “Begitulah yang aku dengar dari Rosululloh” Pada salah satu riwayat Ibnu Umar disebutkan “Islam didirikan atas pengakuan bahwa engkau menyembah Allah dan mengingkari sesembahan selain-Nya dan melaksanakan Sholat….” Pada riwayat lain disebutkan seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Umar, “Bolehkah kami berperang ?” Ia menjawab “Aku mendengar Rosululloh bersabda, “Islam didirikan atas lima hal ….” Hadits ini merupakan dasar yang sangat utama guna mengetahui agama dan apa yang menjadi landasannya. Hadits ini telah mencakup apa yang menjadi rukun-rukun agama. الحديث الرابع HADITS KE-4 TAKDIR MANUSIA TELAH DITETAPKAN عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق ” إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah telah bersabda, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi Alaqoh segumpal darah selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh segumpal daging selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga. [Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643] Kalimat, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya ” maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruh pembuluh darah perempuan sampai kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya” Setelah 40 hari Nutfah menjadi Alaqah segumpal darah Kalimat, “kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya” yaitu Malaikat yang mengurus rahim Kalimat “Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga……..” secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits “Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya.” Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata ” Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka.” Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya’ semata-mata karena karunia dan rahmat Allah Ta’ala. Kalimat ” maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. “ Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik. Firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya’ 23, “Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab” menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu. Imam Sam’ani berkata “Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya”. Ada pendapat yang mengatakan “Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui”. Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tdak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah “Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan”. QS. Al Lail 7 “Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan”. Lail 10 Para ulama berkata “Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui”. Allah berfirman “Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki”.QS. Al Baqarah 255 الحديث الخامس HADITS KE-5 SEMUA PERBUATAN BID’AH TERTOLAK عن أم المؤمنين أم عبدالله عائشة رضي الله عنها قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “ من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد ” رواه البخاري ومسلم , وفي رواية لمسلم ” من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد Dari Ummul mukminin, Ummu Abdillah, Aisyah radhiallahu anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”. Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak” [Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718] Kata “Raddun” menurut ahli bahasa maksudnya tertolak atau tidak sah. Kalimat “bukan dari urusan kami” maksudnya bukan dari hukum kami. Hadits ini merupakan salah satu pedoman penting dalam agama Islam yang merupakan kalimat pendek yang penuh arti yang dikaruniakan kepada Rasulullah. Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid’ah dan setiap perkara dalam urusan agama yang direkayasa. Sebagian ahli ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak. Pada riwayat imam muslim diatas disebutkan, “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak” dengan jelas menyatakan keharusan meninggalkan setiap perkara bid’ah, baik ia ciptakan sendiri atau hanya mengikuti orang sebelumnya. Sebagian orang yang ingkar ahli bid’ah menjadikan hadits ini sebagai alas an bila ia melakukan suatu perbuatan bid’ah, dia mengatakan “Bukan saya yang menciptakannya” maka pendapat tersebut terbantah oleh hadits diatas. Hadits ini patut dihafal, disebarluaskan, dan digunakan sebagai bantahan terhadap kaum yang ingkar karena isinya mencakup semua hal. Adapun hal-hal yang tidak merupakan pokok agama sehingga tidak diatur dalam sunnah, maka tidak tercakup dalam larangan ini, seperti menulis Al-Qur’an dalam Mushaf dan pembukuan pendapat para ahli fiqih yang bertaraf mujtahid yang menerangkan permasalahan-permasalahan furu’ dari pokoknya, yaitu sabda Rosululloh . Demikian juga mengarang kitab-kitab nahwu, ilmu hitung, faraid dan sebagainya yang semuanya bersandar kepada sabda Rasulullah dan perintahnya. Kesemua usaha ini tidak termasuk dalam ancamanhadits a’lam

Diriwayatkandua imam ahli hadits: Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qushairi An-Naisaburi di kedua kitab Shahih nya yang merupakan dua kitab paling shahih yang pernah disusun. (HR. Al-Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907) Hadits Ke-2: Tingkatan Agama.

loading...Hadis Arbain An-Nawawiyah. Foto/Ilustrasi/mhy Hadits Arbain lengkap memuat tak sampai 50 hadits. Meski bernama Arba’în berarti 40, kitab ini tak memuat hadits dengan jumlah persis 40, melainkan 42 hadits. Hadits-hadits tersebut berkaitan dengan pilar-pilar dalam agama Islam baik ushul pokok maupun furu’ cabang, serta hadits-hadits yang berkaitan dengan jihad, zuhud, nasihat, adab, niat-niat yang baik dan semacamnya. Baca Juga Hadits-hadits dalam Arbaîn Nawawiyah karya Imam an-Nawawi merupakan landasan atau fondasi dalam agama Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa ajaran Islam, atau setengahnya, atau sepertiganya berlandaskan pada hadits-hadits dalam kitab disebutkan dalam mukadimah kitabnya, Imam Nawawi termotivasi dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abu Darda, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, dan Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu anhum, dari banyak jalur riwayat yang berbeda-beda أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال "من حفظ على أمتي أربعين حديثاً من أمر دينهابعثه الله يوم القيامة في زمرة الفقهاء والعلماء" وفي رواية "بعثه الله فقيها عالما،" وفي رواية أبي الدرداء "وكنت له يوم القيامة شافعا وشهيدا". وفي رواية ابن مسعود قيل له "ادخل من أي أبوب الجنة شئت" وفي رواية ابن عمر "كُتِب في زمرة العلماء وحشر في زمرة الشهداء" Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Siapa pun di antara umatku yang menghafal empat puluh hadits terkait perkara agamanya, maka Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat bersama golongan fuqaha dan ulama.” Baca Juga Dalam riwayat lain “Allah akan membangkitkannya sebagai seorang yang faqih dan alim.” Dalam riwayat Abu ad-Dardâ “Maka aku menjadi penolong dan saksi baginya pada hari kiamat nanti.” Dalam riwayat Ibnu Mas’ud “Dikatakan kepadanya masuklah kau ke surga melalui pintu mana saja yang kamu kehendaki.”Dalam riwayat Ibnu Umar “Dia dicatat sebagai golongan ulama dan dikumpulkan pada golongan orang-orang yang syahid.” Imam Nawawi menyebutkan dalam mukadimah kitab ini bahwa hadits yang beliau jadikan landasan di atas statusnya dha’if lemah meski jalur periwayatannya banyak. Kendati demikian hadits dha’if tetap bisa diamalkan dalam keutamaan-keutamaan fadhâil al-a’mâl selama itu tidak parah dha’ifnya Dr. Mahmûd at-Thahhân, Taysîr Mushthalah al-Hadīts, Toko Kitab al-Hidayah, Surabaya, h. 66 Baca Juga 1. Amalan Bergantung pada Niatعَنْ أَمِيرِ المُؤمِنينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضيَ اللهُ عنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . رَوَاهُ إِمَامَا الْمُحَدِّثِيْنَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيْلَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ بَرْدِزْبَهْ الْبُخَارِيُّ، وَأَبُوْ الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ بْنِ مُسْلِمٍ الْقُشَيْرِيّ النَّيْسَابُوْرِيّ، فِيْ صَحِيْحَيْهِمَا اللَّذَيْنِ هُمَا أَصَحُّ الْكُتُبِ Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Al Khaththab adia berkata Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda “Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu hanyalah akan dibalas berdasarkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya keapda Allah dan Rasul-Nya. Namun barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut.” Diriwayatkan oleh dua Imamnya para ahli hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi dalam dua kitab shahih mereka, yang keduanya merupakan kitab yang paling shahih diantara kitab-kitab yang ada..[Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim 1907.2. Rukun Islam, Iman, dan Ihsanعَنْ عُمَرَ رضي الله عنه أَيضاً قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَم، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ البيْتَ إِنِ اِسْتَطَعتَ إِليْهِ سَبِيْلاً. قَالَ صَدَقْتَ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ، قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآَخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ، قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ مَا الْمَسئُوُلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا، وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي البُنْيَانِ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيَّاً ثُمَّ قَالَ يَا عُمَرُ أتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟ قُلْتُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ Umar radhiyallahu anhu pula dia berkata; pada suatu hari ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang laki-laki berpakaian sangat putih, dan rambutnya sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya, kemudian ia duduk di hadapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan mendekatkan lututnya lalu meletakkan kedua tangannya di atas pahanya, seraya berkata Wahai Muhammad jelaskan kepadaku tentang Islam?’ Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab ”Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah Al Haram jika engkau mampu mengadakan perjalanan ke sana.” Laki-laki tersebut berkata Engkau benar.’ Maka kami pun terheran-heran padanya, dia yang bertanya dan dia sendiri yang membenarkan jawabannya. Dia berkata lagi “Jelaskan kepadaku tentang iman?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Iman itu adalah Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir serta engkau beriman kepada takdir baik dan buruk.” Ia berkata Engkau benar.’ Kemudian laki-laki tersebut bertanya lagi Jelaskan kepadaku tentang ihsan?’ Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Ihsan adalah Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak bisa melihat-Nya, sungguh Diamelihatmu.” Dia berkata “Beritahu kepadaku kapan terjadinya kiamat?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Tidaklah orang yang ditanya lebih mengetahui dari yang bertanya.” Ia berkata “Jelaskan kepadaku tanda-tandanya!” Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata “Jika seorang budak wanita melahirkan tuannya dan jika engkau mendapati penggembala kambing yang tidak beralas kaki dan tidak pakaian saling berlomba dalam meninggikan bangunan.”Umar radhiyallahu anhu berkata Kemudian laki-laki itu pergi, aku pun terdiam sejenak.’ Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepadaku “Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang tadi?” Aku pun menjawab “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Dia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama ini kepada kalian.” HR Muslim

PortalPati - Berikut akan disajikan artikel Hadist Arbain Nawawi yang dapat anda baca dari layar smartphone anda melalui aplikasi bernama Arbain Nawawi dan Terjemah.. Aplikasi ini dibuat oleh developer sazha studio dan telah diunduh oleh lebih dari satu juta pengguna. Seperti yang di ketahui, Arbain Nawawi atau Al-Arba'in An-Nawawiyah (Arab:الأربعون

Pondok Tahfizh Plus IT Abu Dzar 下載 Hadits Arbain an Nawawi 電腦版 對於那些真正想要實踐先知的聖行 -shallallahu'alaihi wasallam- 的人來說,這個應用程序盡可能簡單,它很輕,但有巨大的回報,並試圖 istiqomah 保持它。 希望通過我製作的 Dhikr Morning Evening 應用程序,用戶可以添加到他們的伊斯蘭應用程序集合中,並使他們更容易練習他們的 syar'i 習俗。 我希望我們所做的對全世界的穆斯林都有用,尤其是對我們自己,並使我們所有的善行成為來世的負擔。阿們! Barakallahu fiikum。 Shukron wa jazaakumullaahu khairan! 福瓦茲 Tahfizh Plus IT Pondok Santri Abu Dzar 展開 什麼是《Hadits Arbain an Nawawi》電腦版 展開 用雷電模擬器安全嗎 展開 可以不透過安卓模擬器在電腦上玩Hadits Arbain an Nawawi吗 展開 暢玩《Hadits Arbain an Nawawi》電腦版的WINDOWS電腦配備 展開 如何在電腦上下載玩Hadits Arbain an Nawawi 展開 Hadits Arbain an Nawawi的同類型應用 查看更多 最新應用 雲端安卓手機,24H離線掛機! 瞭解詳情

6. syarat diterimanya amalsyarat diterimanya amal Para ulama memasukkannya ke dalam hadits-hadits yang pokok dalam agama kita. syarat diterimanya suatu amalan Diantaranya adalah Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits ini termasuk 3 hal yang pokok yakni : (1) Mizan amalan batin (Niat) H1 Arbain An-Nawawiah (2) Mizan amalan zhohir (Amalan) H5 Arbain An-Nawawiah (3) Halal, haram dan syubhat H6 Arbain

Hadits Arbain Ke 5 – Hadits Tentang Bid’ah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah الأربعون النووية atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini disampaikan pada 21 Jumadal Akhirah 1440 H / 26 Februari 2019 M. Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi Status program kajian Hadits Arbain Nawawi AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 1630 - 1800 WIB. Download juga kajian sebelumnya Hadits Arbain Ke 4 – Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfudz Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 5 – Hadits Tentang Bid’ah Kajian kali ini membahas hadits arbain ke 5. عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ] “Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah Radhiyallahu Anha dia berkata Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda “Siapa yang mengada-ada dalam urusan agama kami ini yang bukan bagian darinya, maka dia tertolak.” Riwayat Bukhari dan Muslim, dalam riwayat Muslim disebutkan “Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka dia tertolak.” Hadits ini adalah hadits yang kelima dari rangkaian 42 hadits Al-Arba’in An-Nawawiyah الأربعون النووية. Hadits ini diriwayatkan oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiyallahu Anha. Semua istri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah ibunda kita. وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ “dan istri-istri beliau adalah ibunda bagi mereka orang-orang yang beriman.” Kunyah beliau adalah Ummu Abdillah. Beliau adalah putri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Jadi putrinya Sahabat, ayahandanya juga Sahabat. Putrinya adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari kalangan wanita sementara ayahandanya adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari kalangan pria. Beliau dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada tahun ke 2 Hijriyah saat usianya masih sangat belia. Dan ada hikmah besar dibalik pernikahan beliau dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam saat usia beliau masih sangat muda. Yaitu beliau punya usia yang panjang bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian juga usia yang panjang untuk menyampaikan ilmu yang telah beliau serap dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sehingga Al-Hakim Rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwasanya seperempat ilmu agama Islam atau hukum agama Islam ini diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha. Disebutkan bahwasanya beliau meriwayatkan lebih dari hadits. Dan ini menunjukkan peran kaum wanita dalam mendakwahkan Islam ini. Mereka punya jasa yang besar, mereka punya peran yang konkrit dan sangat berarti untuk dakwah Islam. Dan diriwayatkan bahwasannya para Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang lain banyak merujuk kepada beliau, banyak bertanya kepada beliau. Dan kalau mereka merujuk kepada beliau, maka mereka mendapatkan jawabannya pada beliau karena ilmu beliau yang sangat dalam. Dan beliau meninggal pada tahun 58 Hijriyah. Dalam hadits ini Aisyah Radhiyallahu Anha meriwayatkan bahwasannya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini apa-apa yang bukan merupakan bagian darinya, maka hal tersebut ditolak.” Ini adalah sebuah hadits yang agung, dan dihadits yang pertama dahulu kita sudah sebutkan bahwasannya Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwasanya pokok ajaran Islam itu terbangun diatas tiga hadits; Pertama, hadits Innamal A’malu Binniat. Hadits Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu yang merupakan hadits pertama dalam Arbain Nawawi. Kedua, hadits Aisyah Radhiyallahu Anha ini yang merupakan hadits ke-5 dalam Arbain Nawawi. Sedangkan yang ketiga adalah hadits An-Nu’man bin Basyir حَلَالٌ بَيِّنٌ وَحَرَامٌ بَيِّنٌ وَشُبُهَاتٌ بَيْنَ ذَلِكَ مَنْ تَرَكَ الشُّبُهَاتِ فَهُوَ لِلْحَرَامِ أَتْرَكُ وَمَحَارِمُ اللَّهِ حِمًى فَمَنْ أَرْتَعَ حَوْلَ الْحِمَى كَانَ قَمِنًا أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ “Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas, sedangkan syubhat berada diantara keduanya. Barangsiapa meninggalkan syubhat, berarti terhadap yang haram ia akan lebih menjauh. Dan hal-hal yg diharamkan Allah adalah daerah terlarang, maka siapa yang mengembalakan ternak di sekitar daerah terlarang, sangat mungkin ia akan memasukinya.” HR. Ahmad Dan hadits An-Nu’man bin Basyir ini adalah hadits yang ke-6. Insyaallah kita akan bahas pada pertemuan selanjutnya. Kata Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullahu Ta’ala, pokok-pokok ajaran Islam terbangun diatas tiga perkara ini. Sebagian ulama yang menyebutkan bahwasannya hadits Umar bin Khattab, Innamal A’malu Binniyat adalah timbangan amalan-amalan batin. Itu adalah parameter untuk amalan-amalan hati. Sedangkan hadits Aisyah Radhiyallahu Anha ini adalah timbangan untuk amalan-amalan yang lahir. Bagaimana kita menilainya? Kalau dia baik maka dia tentu sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan kalau dia buruk, maka parameternya adalah dia dilakukan dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hadits Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu Innamal A’malu Binniyat, kembalinya kepada syahadat Laa Ilaaha Illallah. Sedangkan hadits Aisyah ini, dia kembali kepada syahadat yang kedua. Persaksian kita bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Jadi, kandungan dua hadits ini kembali kepada dua syahadat yang merupakan gerbang kita masuk ke dalam Islam. Syahadat yang pertama mempunyai konsekuensi bahwa kita tidak boleh memberikan Ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tidak boleh beribadah kecuali hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara hadits yang kedua, yakni hadits Aisyah yang sekarang kita akan membahasnya ini, dia kembali kepada syahadat yang kedua. Konsekuensinya adalah kita mengimani apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, mengerjakan apa yang beliau perintahkan semampu kita, meninggalkan semua laranganNya, dan kita tidak boleh beribadah kecuali dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Banyak diantara kita yang sudah paham dengan konsekuensi yang pertama. Menerima kabar-kabar yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau mengerjakan perintah-perintah yang beliau berikan semampu kita dan meninggalkan semua larangannya. Tapi juga diantara umat Islam yang belum memahami konsekuensi yang ke-4, yaitu bahwasanya kita tidak boleh beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dalam hadits Aisyah ini, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan tentang hal ini. Beliau menjelaskan bahwasanya sebuah ibadah tidak boleh dikerjakan kecuali dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan kalau sampai kita mengerjakan ibadah-ibadah itu dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh beliau, maka ibadah tersebut ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karenanya para ulama menyimpulkan dari berbagai keterangan dan dalil bahwasannya dua hal ini adalah syarat diterimanya amalan kita. Kalau kita ingin ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kalau kita berharap amalan kita bernilai pahala disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka wujudkan dua syarat ini; yang pertama adalah mengerjakannya dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan yang kedua adalah menjalankan yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kalau ada satu diantara dua syarat ini yang tidak terwujud, maka jangan harap ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena memang begitulah aturan mainannya. Begitulah aturan main yang telah dibuat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dalam hadits ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang menciptakan dalam agama Islam ini apa-apa yang bukan merupakan bagian darinya, maka hal tersebut ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits yang lain dimana dalam khutbah-khutbah beliau, beliau sering sekali mengulang-ulang أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ “Sebaik-baik perkataan adalah Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan sesungguhnya setiap perkara yang diadakan dalam agama adalah bid’ah dan sesungguhnya setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan itu akan membawa pelakunya masuk ke dalam neraka.” HR. Ibnu Majah Disini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebut perkara-perkara baru sebagai bid’ah. Jadi, jangan kita alergi atau jangan merasa asing dengan istilah ini karena ini adalah istilah yang diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ini adalah sebuah perkataan yang sudah dari zaman dahulu dibahas oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, imam kita, teladan kita, Rasul kita. Maka justru seorang Muslim hendaknya tertarik untuk membahas apa itu yang dimaksud oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam? Seperti apa batasan-batasannya? Kemudian menghindari setiap perkara yang merupakan perkara baru atau bid’ah dalam urusan agamanya. Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits Irbadh bin Sariyah فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ “Sesungguhnya barangsiapa hidup setelahku, ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka engkau wajib berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru dalam agama, karena semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat.” HR. Abu Dawud, Tirmidzi Ini adalah kondisi yang kita hadapi sekarang. Kita bingung, kita tidak tahu siapa yang benar-benar Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Karena begitu banyak orang yang mengklaim, begitu banyak orang yang mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tapi kita lihat prakteknya ternyata tidak sama. Kalau kita sudah menghadapi zaman yang seperti ini, maka ingatlah dengan wasiat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau menyebutkan bahwasannya hal ini akan terjadi dan sudah terjadi. Kalau kita bingung, kita melihat banyak perbedaan, pesan beliau adalah, “Hendaklah kalian mempelajari sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigit sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Pertahankan dan hindarilah perkara-perkara baru dalam agama. Karena sesungguhnya setiap yang baru dalam agama itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” Jadi, ini dibahas oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dibeberapa hadits, tidak hanya disatu hadits yang sedang kita bahas sekarang, tapi ada dibeberapa hadits yang ini menunjukkan bahwasanya masalah ini termasuk salah satu prioritas dakwah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. “Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini apa-apa yang bukan merupakan bagian darinya maka dia akan ditolak.” Ada beberapa hal yang masuk kategori baru dalam agama ini. Diantaranya 1. Beribadah dengan Cara-Cara Yang Tidak Disyariatkan Yang pertama adalah beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara-cara yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atau dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Yakni mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah yang bukan ibadah. Ibnu Rajab Al-Hambali saat mensyarah hadits ini, beliau menyebutkan contohnya adalah apa yang dilakukan oleh sebagian orang, yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan alat-alat yang melalaikan alat musik. Atau mendekatkan diri kepada Allah dengan berjoget. Dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari juga disinggung bahwasannya ada seseorang yang bernadzar untuk berdiri dibawah matahari, tidak memakai payung dan berpuasa. Jadi, puasa dalam keadaan berdiri dan tidak memakai payung. Ketika mendengar hal ini, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan. Orang ini beliau panggil, kemudian dinasehati untuk meneruskan puasanya tapi dengan duduk dan berpayung. Jadi, yang baik beliau perintahkan untuk dilanjutkan, nadzar puasanya diteruskan. Tapi mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Islam, yakni puasa dengan berdiri atau puasa dengan menantang matahari langsung tanpa ada atap yang melindunginya, maka ini dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Akhirnya orang ini dibolehkan untuk meneruskan nadzarnya yaitu dengan berpuasa, tapi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan beliau untuk tidak berdiri dan boleh berpayung. 2. Caranya Salah Mengerjakan ibadah yang dicontohkan dalam Islam, tapi dengan cara yang salah. Jadi kalau yang pertama tadi adalah amalan-amalan yang tidak ada contohnya dalam Islam, mendekatkan diri kepada Allah dengan joget-joget, mendekatkan diri kepada Allah dengan puasa berdiri dan tidak duduk dibawah matahari langsung. Itu jelas dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sedangkan yang kedua adalah amalannya ada contohnya dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, tapi caranya salah. Dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari yang disebutkan bahwasanya ada seorang Sahabat yang menyembelih binatang kurbannya sebelum shalat Idul Adha. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mengetahui hal itu, beliau memerintahkan Sahabat tersebut untuk menyembelih lagi. Simak penjelasannya pada menit ke – 2015 Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 5 – Hadits Tentang Bid’ah Podcast Play in new window DownloadSubscribe RSS Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda. Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui Telegram Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui Facebook Pencarian
HadistArbain Nawawi dan Terjemahan Hadits ke-1. Amal Tergantung Niat. عَنْ أَمِيرِ المُؤمِنينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Kajian hadits di Nusantara lebih akrab dengan kajian ilmu hadits riwâyah dibanding dirâyah sebagaimana disinggung dalam artikel sebelumnya. Kitab yang dikaji dalam pembelajaran hadits di Nusantara pun beragam; ada yang menggunakan al-kutub al-ashliyyah dan ada banyak pula yang menggunakan al-kutub al-far’iyyah. Maksud dari al-kutub al-ashliyyah adalah kitab hadits induk atau primer. Ia memuat hadits-hadits yang memiliki sanad sendiri dari penulis sampai ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Contohnya adalah kutubus sittah 6 kitab hadits yang terkenal Shahîh al-Bukhâri, Shahîh Muslim, Sunan Abî Daud, Sunan Ibn Mâjah, Sunan an-Nasâ`i, dan Sunan Tirmidzi, al-Muwattha`, al-Mustadrak, Mu’jam, dan lain-lain. Sedang al-kutub al-far’iyyah adalah kitab hadits sekunder. Ia memuat hadits-hadits yang sanadnya bersandar kepada kitab primer, atau hanya kumpulan hadits tanpa sanad yang lengkap. Misalnya adalah Arbaîn Nawawiyah karya Imam an-Nawawi, ia memuat sekumpulan hadits namun sanadnya tidak disebut secara lengkap dan disandarkan kepada penulis kitab primer semisal al-Bukhâri dan lain-lain. Misal lainnya adalah kitab Bulûghul Marâm karya Imam Ibnu Hajar al-Atsqallâni. Kitab ini memuat sejumlah hadits-hadits hukum dan disusun sesuai bab-bab dalam ilmu fiqih, namun sanad hadits tidak disebutkan secara lengkap, hanya dari Sahabat Rasulullah saja, kemudian disebutkan siapa yang meriwayatkannya dari para penulis kitab semisal al-Bukhâri atau Ibnu Majah, dan lain-lain. Dibanding Bulughûl Marâm, kitab Arbaîn Nawawiyah lebih tipis karena memuat tak sampai 50 hadits. Meski bernama Arba’în berarti 40, kitab ini tak memuat hadits dengan jumlah persis 40, melainkan 42 hadits. Hadits-hadits tersebut berkaitan dengan pilar-pilar dalam agama Islam baik ushul pokok maupun furu’ cabang, serta hadits-hadits yang berkaitan dengan jihad, zuhud, nasihat, adab, niat-niat yang baik dan semacamnya. Hadits-hadits dalam Arbaîn Nawawiyah merupakan landasan atau fondasi dalam agama Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa ajaran Islam, atau setengahnya, atau sepertiganya berlandaskan pada hadits-hadits dalam kitab ini Imam an-Nawawi, al-Arba’în an-Nawawiyah, Beirut Dar el-Minhaj, cetakan pertama, 2009, h. 44. Sebagaimana disebutkan dalam mukadimah kitabnya, Imam Nawawi termotivasi dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abu Darda,Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, dan Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu anhum, dari banyak jalur riwayat yang berbeda-beda أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال "من حفظ على أمتي أربعين حديثاً من أمر دينهابعثه الله يوم القيامة في زمرة الفقهاء والعلماء" وفي رواية "بعثه الله فقيها عالما،" وفي رواية أبي الدرداء "وكنت له يوم القيامة شافعا وشهيدا". وفي رواية ابن مسعود قيل له "ادخل من أي أبوب الجنة شئت" وفي رواية ابن عمر "كُتِب في زمرة العلماء وحشر في زمرة الشهداء" Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Siapa pun di antara umatku yang menghafal empat puluh hadits terkait perkara agamanya, maka Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat bersama golongan fuqaha dan ulama.” Dalam riwayat lain “Allah akan membangkitkannya sebagai seorang yang faqih dan alim.” Dalam riwayat Abu ad-Dardâ “Maka aku menjadi penolong dan saksi baginya pada hari kiamat nanti.” Dalam riwayat Ibnu Mas’ud “Dikatakan kepadanya masuklah kau ke surga melalui pintu mana saja yang kamu kehendaki.” Dalam riwayat Ibnu Umar “Dia dicatat sebagai golongan ulama dan dikumpulkan pada golongan orang-orang yang syahid.” Imam Nawawi menyebutkan dalam mukadimah kitab ini bahwa hadits yang beliau jadikan landasan di atas statusnya dha’if lemah meski jalur periwayatannya banyak. Kendati demikian hadits dha’if tetap bisa diamalkan dalam keutamaan-keutamaan fadhâil al-a’mâl selama itu tidak parah dha’ifnya Dr. Mahmûd at-Thahhân, Taysîr Mushthalah al-Hadīts, Toko Kitab al-Hidayah, Surabaya, h. 66. Sebelum Imam An-Nawawi menulis kitab ini, sebelumnya sudah banyak para ulama yang menyusun kitab serupa, sebagaimana dituturkan oleh beliau sendiri dalam mukadimah kitabnya. Di antara para ulama yang menyusun kitab serupa adalah Abdullah bin Mubarak, Muhammad bin Aslam ath-Thûsi, Hasan bin Sufyan an-Nasâ’i, Abu Bakr Al-Ajiri, Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim al-Ashfihani, Dâruquthni, al-Hâkim, Abu Nu’aim, Abu Abdurrahman as-Sulami, Abu Sa’îd Al-Mâlîni, Abu Utsman Ash-Shâbûni, Abdullah bin Muhammad al-Anshâri, al-Baihaqi, dan masih banyak yang lainnya. Barangkali kita bertanya-tanya, apa sebenarnya motivasi atau maksud Imam an-Nawawi memilih jumlah 40? Ibnu Daqîq menjelaskan dalam kitabnya, Syarh al-Arba’în an-Nawawiyah, “Hikmah pengkhususan bilangan 40 adalah, karena bilangan 40 merupakan bilang pertama dalam hadits yang mempunyai ¼ seperempat dari 10 sepuluh, sebagaimana disebutkan dalam hadits zakat yang harus dizakatkan adalah ¼ seperempat dari10, yaitu 2,5%. Demikian juga mengamalkan ¼ seperempat dari 40 hadits akan menjadi perwakilan pengamalan hadits lainnya.” Bisyr al-Hâfi rahimahullah pernah berkata “Wahai ahlul hadits, amalkanlah setiap satu dari 40 hadits yang ada” Ibn Daqîq, Syarh al-Arba’în an-Nawawiyah, Muassasah ar-Rayyân, cetakan ke-6, 2003, h. 17 Dalam proses penghimpunannya Imam an-Nawawi berkomitmen untuk menyantumkan hadits-hadits yang shahih saja. Sebagian besar hadits-hadits dalam Arba’în an-Nawawi terdapat dalam kitab Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim. Beliau tidak menampilkan sanad secara lengkap, melainkan hanya menyebut Sahabat saja. Hal tersebut dilakukan supaya mudah dihafal dan lebih banyak digunakan di tengah-tengah umat. Kitab ini dimulai dengan mukadimah pengantar dari Imam an-Nawawi, selanjutnya adalah hadits-hadits dari awal hingga akhir. Beliau tidak menyebut judul khusus pada hadits-hadits dalam kitab ini, hanya saja disebut hadits pertama, hadits kedua hingga seterusnya. Bagi para pembaca yang langsung merujuk ke kitab aslinya maka akan mendapati demikian, sehingga untuk mengetahui isi pembahasan suatu hadits ia harus membacanya terlebih dahulu. Beda halnya jika membaca kitab yang sudah ditahqiq atau syarah kitab ini yang tiap haditsnya sudah diberi tema oleh penerbit. Banyak para ulama yang mensyarah kitab Arba’în Nawawi, di antaranya adalah Syarh al-Arba’în an-Nawawiyah karya Syekh Ibn Daqîd al-Aid, al-Wâfi fî Syarh al-Arba’în an-Nawawiyah karya Dr Mustafa Dieb al-Bughâ dan Dr Muhyiddin Mistu, al-Anwâr al-Muhammadiyah Syarh al-Arba’în an-Nawawiyah karya Syekh Hisyam al-Kamil, dan masih banyak lagi. Kitab Arba’în Nawawi sangat cocok dipelajari bagi semua kalangan, terkhusus bagi yang belum mendalami ilmu hadits dirâyah sehingga tidak perlu repot menelusuri kualitas hadits-haditsnya. Sebab kebanyakan hadits di dalam Arba’în Nawawi dinukil dari Shahîh al-Bukhâri dan Muslim, serta sanad yang tidak disertakan secara lengkap akan memudahkan orang-orang yang hendak menghafalnya. Amien Nurhakim, Mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus-Sunnah

AlMoviedah menerbitkan Terjemah_Hadits_Arbain_Nawawi pada 2021-09-23. Bacalah versi online Terjemah_Hadits_Arbain_Nawawi tersebut. Download semua halaman 1-50.
.
  • dz92roi1ti.pages.dev/65
  • dz92roi1ti.pages.dev/274
  • dz92roi1ti.pages.dev/291
  • dz92roi1ti.pages.dev/217
  • dz92roi1ti.pages.dev/174
  • dz92roi1ti.pages.dev/365
  • dz92roi1ti.pages.dev/240
  • dz92roi1ti.pages.dev/243
  • dz92roi1ti.pages.dev/90
  • hadits arbain nawawi 1 5